Membaca Dongeng-dongeng Bobo Nomor 43 Tahun XXVIII 25 Januari 2001

Bobo No. 43 Tahun XXVIII 200101.JPG

Menurut Menu, dalam Bobo ini ada satu cerpen dan tiga dongeng. Namun kopi yang saya punya rupanya sudah tidak utuh sehingga tinggal ada dua dongeng di dalamnya.

“Serbuk Ajaib” oleh Metty Kristiani Natalia

Ringkasan:

Dongeng ini berlokasi di kerajaan Gangga sehingga kita bisa membayangkannya seperti dalam film Asoka, mungkin, dengan rajanya mirip Shah Rukh Khan. Raja memiliki permaisuri yang tampaknya mengidap depresi. Raja mengadakan sayembara: siapa pun yang dapat membuat Ratu tersenyum lagi akan mendapatkan banyak hadiah.

Sayembara ini dimenangkan tiga peri licik: Koko, Riko, dan Bingko. Diam-diam mereka menghendaki serbuk ajaib milik Raja, yang jika segenggamnya ditiupkan ke udara maka segala permintaan dapat terkabul.

Bingko yang menjadi peri kesayangan kemudian memperdaya Ratu untuk menunjukkan gudang penyimpanan serbuk ajaib. Lalu saat malam ia bersama kedua kakak-kakaknya memasuki tempat itu. Mereka tidak hanya mengambil guci berisi serbuk ajaib, tetapi Koko juga mencuri perhiasan.

Ketika hendak keluar, mereka tertimpa oleh pintu gudang yang sangat berat. Serbuk ajaib jadi tersebar ke mana-mana. Dalam keadaan terjepit dan tanpa ada yang menolong begitu, tanpa sengaja mereka mengucapkan permintaan. Serbuk ajaib mengabulkan permintaan itu sehingga mereka menyusut dan berubah menjadi gumpalan cahaya. Sejak itu mereka dikenal sebagai kunang-kunang.

Renungan:

Jadi kunang-kunang itu bukan kuku orang mati, melainkan peri-peri dari India yang terhukum atas keserakahan mereka?

“Obat Penawar Kegundahan Hati” oleh Sri Widiastuti

Ringkasan:

Dongeng ini mirip dongeng sebelumnya. Yang depresi kali ini seorang putri. Padahal ia cantik, kedua orang tuanya masih hidup, pemimpin kerajaan, dan bisa memberikan apa saja, mau apa lagi sih? Kemudian Raja mengadakan sayembara.

Tidak seorang pun peserta sayembara yang berhasil membahagiakan Putri sampai kemudian datang pemuda berpenampilan sederhana. Pemuda itu mengajak Putri mencari Obat Penawar Kegundahan Hati di negeri yang sangat jauh. Pemuda itu juga menyuruh Putri membawa sendiri baju, kue, dan mainan, serta mengenakan pakaian rakyat biasa.

Di perjalanan mereka bertemu anak yang menangis. Putri iba pada anak itu dan menghampirinya. Karena anak itu lapar, Putri memberi dia kue-kue. Putri mengikuti anak itu pulang ke rumahnya dan sedih mendapati adik-adiknya. Putri pun memberikan pakaian dan mainan miliknya juga.

Setelah bermain bersama anak-anak itu, Putri kembali pada Pemuda. Pemuda mengatakan bahwa mereka tidak perlu melanjutkan perjalanan. Putri terkejut mendapati bayangannya di cermin menampakkan wajah yang berseri-seri.

Renungan:

Pernah dengar, “Bahagia itu berbagi”? Saya setuju, apalagi didukung tren minimalisme dan kesadaran akan hisab di akhirat. Saya berusaha untuk menyingkirkan barang-barang yang sekiranya tidak akan saya perlukan lagi.

Yang menarik dari dongeng ini adalah karena narasinya yang terbatas memancing pertanyaan mengenai detail.

Misalnya, kok Raja mau mengizinkan putrinya diajak pemuda asing berkelana ke negeri yang sangat jauh? Bagaimana ia tahu bahwa pemuda itu memang beriktikad baik? Saya rasa mestilah Raja mengizinkannya dengan menyertakan sejumlah pengawal. Namun hal itu tidak disebutkan dalam narasi dan saya terusik.

Pemuda ini juga misterius. Ia berpenampilan sederhana dan dengan akalnya mendorong Putri untuk berbagi pada proletar cilik. Pemuda ini boleh jadi seorang sosialis. Mungkin di kamarnya ada poster Karl Marx dan Che Guavara, atau Muhammad Yunus.

Setelah perjalanan itu, sangat mungkin ia terus berhubungan dengan Putri, mengajaknya menjadi relawan pengajar di bawah jembatan layang serta menjadi donatur untuk aksi-aksi sosial.

Berbagi juga tidak selalu mudah. Contoh yang menarik pernah ditunjukkan dalam sinetron Dunia Terbalik, ketika seorang anak hendak memberikan barang-barangnya kepada tukang sampah namun kemudian ayahnya muncul dan melarang. Adakalanya juga barang-barang yang hendak kita berikan tidak sesuai dengan keinginan si penerima. Ada juga istilahnya, “dikasih jantung, minta hati.”

***

Menarik menemukan dua dongeng dengan start serupa dalam satu edisi, walaupun amanatnya berbeda. Malah ide demikian sepertinya sudah jamak dan tidak hanya terdapat dalam satu edisi Bobo ini. Bagaimanakah sekiranya jika ide tersebut diterjemahkan dalam konteks prosa modern? Agaknya mustahil, ya, mengadakan sayembara untuk membahagiakan orang terkasih sekalipun di dunia nyata ini masih ada raja-raja. Yang ada paling-paling sayembara menulis atau desain dan kalau menang hadiahnya bolehlah diberikan pada orang terkasih.

Leave a comment